Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan
Dalam Memeriksa Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Di Badan Usaha
Milik Negara
Dosen Pengampu: Seto Cahyono, S.H.,
M.Hum.
Oleh: Kelas A
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
2014
A. Pendahuluan
I.
Latar Belakang
Adanya
lembaga Negara yang mempunyai wewenang yang mutlak berdasarkan undang-undang
memungkinkan penyelewengan penggunaan wewenang tersebut. Negara Indonesia adalah
Negara hukum yang berbasis konstitusi sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (3) UUD
1945, maka setiap lembaga Negara diberikan wewenang untuk saling mengawasi
dalam hal ini menjalankan fungsi controlling.
Selain
itu, untuk mendukung keberhasilan penyelengaraan pemerintahan Negara, keuangan
Negara dirasa perlu untuk membentuk badan khusus yakni BPK yang bertanggung jawab memeriksa pengelolaan
keuangan Negara.
Menurut
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 sebelum amandemen bahwa
“untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang.”
“untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Dalam
makalah ini penulis ingin membahas lebih lanjut kewenangan BPK dalam memeriksa
keuangan Negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, Bank Indonesia,
Pemerintah Daerah, BUMN dan lembaga Negara lainnya.
II. Sejarah Terbentuknya BPK
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan
itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah
dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946
tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang
berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan
hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan
pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan
dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua
instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam
memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih
menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas
Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW
(Indische Comptabiliteitswet) dan IAR
(Instructie en verdure bepalingen voor de Algemene
Rekenkamer in Nederlandsche Indie).
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember
1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke
Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap
mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945;
Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI
tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka
dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah
satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai
tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di
Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah
Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan
RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan
Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati
bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan
RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene
Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI
yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan
Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan Pasal 23 ayai (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi
Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan
RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan
UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan
ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan
Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi
MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk
menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol
yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963,
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.
7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang
(PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17
Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar
Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas
penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan
masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966
Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga
Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan
akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang
Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa
Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang
Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR
No.VI/MPR/2002 yakni “Menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan
sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan eksternalpemerintah yang di
amanatkan Undang-undang Dasar 1945, dan peranannya yang bebas dan mandiri perlu
lebih dimantapkan.”
B. Rumusan Masalah
1.
Mengapa BPK mempunyai kewenangan memeriksa
BUMN ?
2.
Apa dasar hukum kewenangan BPK memeriksa BUMN ?
3.
Bagaimana alur pemeriksaan BPK terhadap BUMN ?
Setiap
Negara memiliki lembaga-lembaga pemerintahan untuk menjalankan roda
pemerintahan. Indonesia memiliki lembaga eksekutif, lembaga legislative dan
lembaga yudikatif. Dalam menjalankan fungsi pemeriksaan khususnya berkenaan
dengan pengelolaan keuangan Negara memiliki BPK.
Sebelum
dilakukan perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK diatur dalam pasal 23 ayat (5)
berada dalam bab VIII tentang hal keuangan yang berbunyi: “untuk memeriksa
tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan
dan hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada DPR”. Setelah ada perubahan UUD 1945 kelembagaan
BPK diatur sendiri dalam bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 23E
menentukan bahwa: “(1) untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri:
(2) Hasil pemeriksa keuangan itu diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan PErwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan
kewenangannya; (3) Hasil tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/
atau badan yang sesuai dengan undang-undang”. Pasal 23F menentukan bahwa; “(1)
Anggota BPK dipilih oleh DPR dan memperhatikan pertimbangan DPD dan dan
diresmikan oleh Presiden; (2)Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota”. Pasal
23G menentukan bahwa; “(1)BPK berkedudukan di ibukota Negara, dan memiliki
perwakilan disetiap provinsi; (2)ketentuan lebih lanjut mengenai BPK diatur
dengan undang-undang”.
Dipisahkannya
BPK dalam bab tersendiri (bab VIIIA), yang sebelumnya merupakan bagian dari bab
VIII tentang hal keuangan, dimaksudkan untuk memberi dasar hukum yang lebih
kuat serta pengaturan lebih rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta
sebagai lembaga Negara dengan fungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara. Dengan adanya ketentuan mengenai hal ini dalam UUD 1945,
diharapkan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
dilakukan secara optimal. Dengan demikian diharapkan meningkatkan transparansi
dan tanggung jawab keuangan Negara.
Terkait
dengan pemeriksaan keuangan Negara, ditegaskan bahwa BPK juga berwenang
melakukan pemeriksaan terhadap APBD walaupun daerah tersebut memiliki otonomi.
Untuk itu BPK memiliki perwakilan disetiap provinsi sebagaimana ditentukan
dalam pasal 23G ayat (1).
Sesuai
undang-undang no 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan bahwa:
Pasal 1 ayat (1)
Badan Pemeriksa
Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 2
BPK merupakan satu
lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pasal 6
(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
mengelola keuangan negara. (2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. (3) Pemeriksaan BPK mencakup
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan
tertentu. (4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik
berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan
kepada BPK dan dipublikasikan. (5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK
melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai
dengan standar pemeriksaan keuangan negara. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan BPK.
Pasal
9 ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :
b.
Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang,
unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik
Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Dari
segi fungsi pemeriksaanya, tugas BPK sekarang menjadi semakin luas. Ada tiga
perluasan yang dapat dicatat disini. Pertama,perluasan dari pemeriksaan
atas pelaksanaan APBN menjadi menjadi pemeriksaan atas pelaksanaan APBN dan
APBD serta pengelolaan keuangan dan kekayaan Negara dalam arti luas. Kedua, perluasan dalam arti hasil pemeriksaan yang dilakukan
tidak saja disampaikan kepada DPR, tetapi juga kepada DPD dan DPRD Provinsi
serta DPRD tingkat kabupaten/kota sesuai tingkat kewenangannya masing-masing. Ketiga,
perluasan juga terjadi terhadap lembaga atau badan/badan hukum yang menjadi
objek pemeriksaan oleh BPK, yaitu dari sebelumnya hanya batas lembaga Negara
dan/atau pemerintahan yang merupakan objek hukum tata Negara dan/atau subjek
hukum administrasi Negara meluas sehingga mencangkup organ-organ yang merupakan
subjek hukum perdata seperti perusahaan daerah, BUMN ataupun perusahaan swasta
dimana didalamnya terdapat kekayaan Negara. Menurut ketentuan undang-undang
keuangan Negara yang berusaha menjabarkan lebih lanjut ketentuan UUD 1945
tentang badan pemeriksa keuangan ini, badan ini juga dapat memeriksa keuangan
Negara yang terdapat di dalam saham perusahaan daerah (BUMD) ataupun BUMN
meskipun organ terakhir ini mutlak organ perdata.
Fungsi
pengawasan pengelolaan keuangan negara
APBN yang dilaksanakan oleh BPK diatur dalam Undang-undang dan untuk menindak
lanjuti keputusan BPK yang mengandung unsur pidana diserahkan kepada instansi
yang berwenang.
Struktur keangotaan BPK
No.
|
Pimpinan
BPK
|
Bidang
Tugas Pembinaan
|
Objek
Pembinaan
|
1.
|
Ketua
merangkap Anggota
Dr. H.
Rizal Djalil
|
o
Kelembagaan
BPK
o
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara secara umum
o
Hubungan
Kelembagaan Dalam Negeri dan Luar Negeri
|
|
2.
|
Wakil
Ketua merangkap Anggota
Hasan
Bisri, S.E., M.M.
|
o
Pelaksanaan
Tugas Penunjang dan Sekretaris Jenderal
o
Penanganan
Kerugian Negara.
|
|
3.
|
Anggota
I
Dr. H.
Moermahadi Soerja Djanegara , S.E., Ak., M.M.
|
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Politik, Hukum,
Pertahanan, dan Keamanan.
|
o
Departemen
Luar Negeri
o
Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia
o
Departemen
Pertahanan Departemen Perhubungan Kementerian Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan
o
Kejaksaan
Agung
o
Polri
o
Badan
Intelijen Negara
o
Badan
Narkotika Nasional
o
Badan
Meteorologi dan Geofisika
o
Lembaga
Ketahanan Nasional
o
Dewan
Ketahanan Nasional
o
Lembaga
Sandi Negara
o
Komisi
Nasional HAM
o
Komisi
Pemberantasan Korupsi Komisi Pemilihan Umum
o
Lembaga
terkait di lingkungan entitas pemeriksaan tersebut di atas
|
4.
|
Anggota
II
Drs.
Sapto Amal Damandari, Ak., C.P.A.
|
o
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Perekonomian dan
Perencanaan Pembangunan Nasional
o
Pemeriksaan
Investigatif
|
o
Departemen
Keuangan
o
Departemen
Perdagangan
o
Departemen
Perindustrian
o
Bank
Indonesia
o
Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian
o
BAPPENAS
o
Kementerian
Negara Koperasi dan Usaha Menengah
o
Badan
Koordinasi Penanaman Modal
o
Badan
Pusat Statistik
o
PPATK
o
PT.
Perusahaan Pengelola Aset
o
Lembaga
Penjamin Simpanan
o
Badan
Standardisasi Nasional
o
Lembaga
terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
|
5.
|
Anggota
III
Agus
Joko Pramono, M.Acc., Ak.
|
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Lembaga Negara,
Kesejahteraan Rakyat, Kesekretariatan Negara, Aparatur Negara, Riset dan
Teknologi
|
o
MPR,
DPR, DPD, MA, BPK, MK, KY
o
Departemen
Sosial
o
Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata
o
Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
o
Departemen
Komunikasi dan Informatika
o
Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
o
Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
o
Kementerian
Negara Pemberdayaan Perempuan
o
Kementerian
Negara Pemuda dan Olahraga
o
Kementerian
Negara Perumahan Rakyat
o
Kementerian
Negara Riset dan Teknologi
o
Badan
Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
o
Badan
Pengawas Tenaga Nuklir
o
Badan
Tenaga Nuklir Nasional
o
Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi
o
LIPI
o
Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional
o
Perpustakaan
Nasional
o
Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
o
Badan
Pelaksana Tabungan Perumahan
o
Sekretariat
Negara
o
BKKBN
o
Badan
Kepegawaian Negara
o
BPKP
o
Badan
Pertanahan Nasional
o
Lembaga
Administrasi Negara
o
Arsip
Nasional
o
Badan
Pengelola Gelora Bung Karno
o
Badan
Pengelola Komplek Kemayoran
o
Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
o
Lembaga
Penyiaran Publik RRI dan TVRI
o
LKBN
Antara
o
Taman
Mini Indonesia Indah
o
Lembaga
terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
|
6.
|
Anggota
IV
Dr. Drs.
Ali Masykur Musa, M.Si.
|
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Lingkungan Hidup,
Pengelola Sumber Daya Alam, dan Infrastruktur.
|
o
Departemen
Pertanian
o
Departemen
Kehutanan
o
Departemen
Kelautan dan Perikanan
o
Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral
o
Departemen
Pekerjaan Umum
o
Kementerian
Negara Lingkungan Hidup
o
Badan
Pengatur Hilir Migas
o
Lembaga
terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
|
7.
|
Anggota
V
Dr.
Agung Firman Sampurna, S.E., M.Si.
|
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah dan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan pada Wilayah I (Sumatera dan Jawa)
|
o
Departemen
Dalam Negeri
o
Departemen
Agama
o
Badan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam
o
Badan
Pengembangan Industri Pulau Batam
Pemerintah
Provinsi, Kabupaten, Kota, dan BUMD di wilayah:
o
Provinsi
NAD
o
Provinsi
Sumatera Utara
o
Provinsi
Sumatera Barat
o
Provinsi
Riau
o
Provinsi
Kepulauan Riau
o
Provinsi
Jambi
o
Provinsi
Sumatera Selatan
o
Provinsi
Bengkulu
o
Provinsi
Bangka Belitung
o
Provinsi
Lampung
o
Provinsi
Banten
o
Provinsi
Jawa Barat
o
Provinsi
DKI Jakarta
o
Provinsi
Jawa Tengah
o
Provinsi
DI Yogyakarta
o
Provinsi
Jawa Timur
o
Lembaga
terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
|
8.
|
Anggota
VI
|
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah dan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan pada Wilayah II (Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, dan Papua)
|
o
Departemen
Kesehatan
o
Departemen
Pendidikan Nasional
o
Kementerian
negara Pembangunan Daerah Tertinggal
o
Badan
Pengawas Obat dan Makanan
Pemerintah
Provinsi, Kabupaten Kota, dan BUMD di wilayah:
o
Provinsi
Bali
o
Provinsi
NTB
o
Provinsi
NTT
o
Provinsi
Kalimantan Barat
o
Provinsi
Kalimantan Tengah
o
Provinsi
Kalimantan Selatan
o
Provinsi
Kalimantan Timur
o
Provinsi
Sulawesi Barat
o
Provinsi
Sulawesi Selatan
o
Provinsi
Sulawesi Tengah
o
Provinsi
Sulawesi Tenggara
o
Provinsi
Gorontalo,
o
Provinsi
Sulawesi Utara
o
Provinsi
Maluku Utara
o
Provinsi
Maluku
o
Provinsi
Irian Jaya Barat
o
Provinsi
Papua
o
Lembaga
terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
|
9.
|
Anggota
VII
Bahrullah
Akbar, B.Sc., Drs., S.E., M.B.A.
|
Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Keuangan negara
yang Dipisahkan
|
o
Kementerian
Negara BUMN
o
BUMN dan
anak perusahaan
o
Badan
Pelaksana Pengendalian Usaha Migas (termasuk Kontraktor Production
Sharing/KPS Pertambangan)
o
Badan
Pembina proyek Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan
o
Lembaga
terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
|
Pelaksanaan
Pemeriksaan
(UU No
15 tahun 2004, Bab III)
Pasal 6
Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan
pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta
penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri
oleh BPK.
Pasal 7
(1)
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK
memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.
(2)
Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan
pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK atau lembaga perwakilan dapat
mengadakan pertemuan konsultasi.
Pasal 8
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK dapat mempertimbangkan
informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.
Pasal 9
(1)
Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan
aparat pengawasan intern pemerintah.
(2)
Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
(3)
Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK
dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja
untuk dan atas nama BPK.
Pasal 10
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa
dapat
a. meminta
dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
b. mengakses
semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang
atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan
atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
c. melakukan
penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan
negara;
d. meminta
keterangan kepada seseorang;
e. memotret,
merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.
Pasal 11
Dalam rangka meminta keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada
seseorang.
Pasal 12
Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau
kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem
pengendalian intern pemerintah.
Pasal 13
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan
investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau
unsur pidana.
Pasal 14
(1)
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur
pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Tata cara penyampaian laporan
Skema Pemeriksaan BPK terhadap BUMN
|
|||||
Bila mengandung
Unsur pidana
|
|||||||
|
Dasar hukum
1.
BPK pasal 23 UUD 1945
2.
BPK UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1 ayat (1) dan
UU No. 15 tahun 2004
3.
Pemeriksaan UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1 ayat
(9)
4.
Pemeriksa UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1 ayat
(10)
5.
Keputusan BPK UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1
ayat (14)
6.
Kebebasan dan Kemandirian UU No. 15 tahun 2006
Pasal 31 ayat (1-4)
7.
APBN UU No. 23 tahun 2013
8.
Pelaksanaan Pemeriksaan UU No. 15 tahun 2004 Pasal
6-14
D. Penutup
I.
Kesimpulan
BPK adalah sebagai sebuah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara
yang menyangkut tentang keuangan negara APBN. BPK sendiri adalah lembaga negara
yang mandiri dan bebas. Artinya mandiri adalah tidak ada intervensi, sedangkan
bebas artinya BPK bebas untuk menentukan objek pemeriksaannya, waktu
pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan. Dalam hal melakukan
wewenangnya dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK saat ini telah diperluas
dalam tiga perluasan. Pertama perluasan pemeriksaan atas APBN, kedua perluasan dalam hal penyerahan laporan yang
bukan hanya diserahkan kepada DPR tetapi juga kepada DPD, DPRD provinsi,dan
DPRD kabupaten/kota.
II.
Saran
BPK beserta instansi yang mendukungnya
mendapatkan sarana dan prasana yang mendukung kinerja dalam memeriksa
pengelolaan keuangan APBN, dan adanya ketegasan dalam pelaksanaannya.
Dalam hal pemeriksaan keuangan negara
seharusnya BPK harus bisa bersikap adil jika terdapat kejanggalan dalam hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan. Dan laporan tersebut harus sampai dengan
benar kepada lembaga negara yang seharusnya menerima laporan keuangan tersebut.
Karena tidak lepas dari konsistensi BPK yang dimana BPK adalah lembaga negara
yang bebas dan mandiri dalam melaksanakan wewenangnya.
Daftar Pustaka
Huda, Ni’matul, 2005. Hukum Tata Negara
edisi revisi. PT Raja Grafindo Persada.
Asshiddiqie, Jimly, 2006. Pengantar Hukum
Tata Negara jilid I. Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Agung
RI. Jakarta,2006.
Asshiddiqie,
Jimly, 2003. Struktur ketatanegaraan indonesia setelah Perubahan keempat UUD
tahun 1945, makalah disampaikan pada seminar pembangunan hukum nasional
VIII tema “penegakan hukum dalam era pembangunan berkelanjutan” diselenggarakan
oleh badan pembinaan hukum nasional departemen kehakiman dan hak asasi manusia
RI, Denpasar, 14-18 juli 2003.
3 Undang-undang dasar Republik Indonesia, UUD RI
1945 hasil amandemen, Konstitusi RIS 1950, UUD Sementara RI 1950.
UU RI No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab keuangan Negara.
UU RI No 15 tahun
2006 tentang Badan Pemerikasa Keuangan
Peraturan BPK RI
No 2 tahun 2011 tentang kode etik BPK
http://www.bpk.go.id/page/profil-bpk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar