Rabu, 25 Maret 2015

Kewenangan BPK Dalam Memeriksa Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Di BUMN - 24 Juni 2014

Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Dalam Memeriksa Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Di Badan Usaha Milik Negara

Dosen Pengampu: Seto Cahyono, S.H., M.Hum.

Description: Description: Description: Description: https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTJRGWHEdjc9y9WUf2s43Yn41vQCLvuq08GxFlT-ddQ6QbVfVFw
















Oleh: Kelas A




FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
 SURABAYA
2014


A.    Pendahuluan
I.     Latar Belakang
Adanya lembaga Negara yang mempunyai wewenang yang mutlak berdasarkan undang-undang memungkinkan penyelewengan penggunaan wewenang tersebut. Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berbasis konstitusi sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (3) UUD 1945, maka setiap lembaga Negara diberikan wewenang untuk saling mengawasi dalam hal ini menjalankan fungsi controlling.
Selain itu, untuk mendukung keberhasilan penyelengaraan pemerintahan Negara, keuangan Negara dirasa perlu untuk membentuk badan khusus yakni BPK  yang bertanggung jawab memeriksa pengelolaan keuangan Negara.
Menurut Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 sebelum amandemen bahwa
“untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang.”
Dalam makalah ini penulis ingin membahas lebih lanjut kewenangan BPK dalam memeriksa keuangan Negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, Bank Indonesia, Pemerintah Daerah, BUMN dan lembaga Negara lainnya.

II.       Sejarah Terbentuknya BPK
Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara dikota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW (Indische Comptabiliteitswet) dan IAR (Instructie en verdure bepalingen voor de Algemene Rekenkamer in Nederlandsche Indie).
Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan kembalinya bentuk Negara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 ayai (5) UUD Tahun 1945.
Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yakni “Menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan eksternalpemerintah yang di amanatkan Undang-undang Dasar 1945, dan peranannya yang bebas dan mandiri perlu lebih dimantapkan.”
B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa BPK mempunyai kewenangan memeriksa BUMN ?
2.      Apa dasar hukum kewenangan BPK memeriksa BUMN ?
3.      Bagaimana alur pemeriksaan BPK terhadap BUMN ?

 C.    Pembahasan
Setiap Negara memiliki lembaga-lembaga pemerintahan untuk menjalankan roda pemerintahan. Indonesia memiliki lembaga eksekutif, lembaga legislative dan lembaga yudikatif. Dalam menjalankan fungsi pemeriksaan khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan Negara memiliki BPK.
Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945, kelembagaan BPK diatur dalam pasal 23 ayat (5) berada dalam bab VIII tentang hal keuangan yang berbunyi: “untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan suatu badan pemeriksa keuangan dan hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada DPR”.  Setelah ada perubahan UUD 1945 kelembagaan BPK diatur sendiri dalam bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pasal 23E menentukan bahwa: “(1) untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri: (2) Hasil pemeriksa keuangan itu diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan PErwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya; (3) Hasil tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/ atau badan yang sesuai dengan undang-undang”. Pasal 23F menentukan bahwa; “(1) Anggota BPK dipilih oleh DPR dan memperhatikan pertimbangan DPD dan dan diresmikan oleh Presiden; (2)Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh anggota”. Pasal 23G menentukan bahwa; “(1)BPK berkedudukan di ibukota Negara, dan memiliki perwakilan disetiap provinsi; (2)ketentuan lebih lanjut mengenai BPK diatur dengan undang-undang”.
Dipisahkannya BPK dalam bab tersendiri (bab VIIIA), yang sebelumnya merupakan bagian dari bab VIII tentang hal keuangan, dimaksudkan untuk memberi dasar hukum yang lebih kuat serta pengaturan lebih rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta sebagai lembaga Negara dengan fungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Dengan adanya ketentuan mengenai hal ini dalam UUD 1945, diharapkan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara dilakukan secara optimal. Dengan demikian diharapkan meningkatkan transparansi dan tanggung jawab keuangan Negara.
Terkait dengan pemeriksaan keuangan Negara, ditegaskan bahwa BPK juga berwenang melakukan pemeriksaan terhadap APBD walaupun daerah tersebut memiliki otonomi. Untuk itu BPK memiliki perwakilan disetiap provinsi sebagaimana ditentukan dalam pasal 23G ayat (1).
 Sesuai undang-undang no 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan bahwa:
Pasal 1 ayat (1)
Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
 Pasal 2
BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pasal 6
(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. (2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. (3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. (4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. (5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan BPK.
Pasal 9 ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang :
b. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Dari segi fungsi pemeriksaanya, tugas BPK sekarang menjadi semakin luas. Ada tiga perluasan yang dapat dicatat disini. Pertama,perluasan dari pemeriksaan atas pelaksanaan APBN menjadi menjadi pemeriksaan atas pelaksanaan APBN dan APBD serta pengelolaan keuangan dan kekayaan Negara dalam arti luas. Kedua, perluasan  dalam arti hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak saja disampaikan kepada DPR, tetapi juga kepada DPD dan DPRD Provinsi serta DPRD tingkat kabupaten/kota sesuai tingkat kewenangannya masing-masing. Ketiga, perluasan juga terjadi terhadap lembaga atau badan/badan hukum yang menjadi objek pemeriksaan oleh BPK, yaitu dari sebelumnya hanya batas lembaga Negara dan/atau pemerintahan yang merupakan objek hukum tata Negara dan/atau subjek hukum administrasi Negara meluas sehingga mencangkup organ-organ yang merupakan subjek hukum perdata seperti perusahaan daerah, BUMN ataupun perusahaan swasta dimana didalamnya terdapat kekayaan Negara. Menurut ketentuan undang-undang keuangan Negara yang berusaha menjabarkan lebih lanjut ketentuan UUD 1945 tentang badan pemeriksa keuangan ini, badan ini juga dapat memeriksa keuangan Negara yang terdapat di dalam saham perusahaan daerah (BUMD) ataupun BUMN meskipun organ terakhir ini mutlak organ perdata.
Fungsi  pengawasan pengelolaan keuangan negara APBN yang dilaksanakan oleh BPK diatur dalam Undang-undang dan untuk menindak lanjuti keputusan BPK yang mengandung unsur pidana diserahkan kepada instansi yang berwenang.





Struktur keangotaan BPK
No.
Pimpinan BPK
Bidang Tugas Pembinaan
Objek Pembinaan
1.
Ketua merangkap Anggota 
Dr. H. Rizal Djalil
o    Kelembagaan BPK
o    Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara secara umum
o    Hubungan Kelembagaan Dalam Negeri dan Luar Negeri
2.
Wakil Ketua merangkap Anggota 
Hasan Bisri, S.E., M.M.
o    Pelaksanaan Tugas Penunjang dan Sekretaris Jenderal
o    Penanganan Kerugian Negara.
3.
Anggota I 
Dr. H. Moermahadi Soerja Djanegara , S.E., Ak., M.M.
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan.
o    Departemen Luar Negeri
o    Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
o    Departemen Pertahanan Departemen Perhubungan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
o    Kejaksaan Agung
o    Polri
o    Badan Intelijen Negara
o    Badan Narkotika Nasional
o    Badan Meteorologi dan Geofisika
o    Lembaga Ketahanan Nasional
o    Dewan Ketahanan Nasional
o    Lembaga Sandi Negara
o    Komisi Nasional HAM
o    Komisi Pemberantasan Korupsi Komisi Pemilihan Umum
o    Lembaga terkait di lingkungan entitas pemeriksaan tersebut di atas
4.
Anggota II 
Drs. Sapto Amal Damandari, Ak., C.P.A.
o    Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Perekonomian dan Perencanaan Pembangunan Nasional
o    Pemeriksaan Investigatif
o    Departemen Keuangan
o    Departemen Perdagangan
o    Departemen Perindustrian
o    Bank Indonesia
o    Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
o    BAPPENAS
o    Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Menengah
o    Badan Koordinasi Penanaman Modal
o    Badan Pusat Statistik
o    PPATK
o    PT. Perusahaan Pengelola Aset
o    Lembaga Penjamin Simpanan
o    Badan Standardisasi Nasional
o    Lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
5.
Anggota III 
Agus Joko Pramono, M.Acc., Ak.
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Lembaga Negara, Kesejahteraan Rakyat, Kesekretariatan Negara, Aparatur Negara, Riset dan Teknologi
o    MPR, DPR, DPD, MA, BPK, MK, KY
o    Departemen Sosial
o    Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
o    Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
o    Departemen Komunikasi dan Informatika
o    Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
o    Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
o    Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
o    Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
o    Kementerian Negara Perumahan Rakyat
o    Kementerian Negara Riset dan Teknologi
o    Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
o    Badan Pengawas Tenaga Nuklir
o    Badan Tenaga Nuklir Nasional
o    Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
o    LIPI
o    Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
o    Perpustakaan Nasional
o    Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
o    Badan Pelaksana Tabungan Perumahan
o    Sekretariat Negara
o    BKKBN
o    Badan Kepegawaian Negara
o    BPKP
o    Badan Pertanahan Nasional
o    Lembaga Administrasi Negara
o    Arsip Nasional
o    Badan Pengelola Gelora Bung Karno
o    Badan Pengelola Komplek Kemayoran
o    Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
o    Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI
o    LKBN Antara
o    Taman Mini Indonesia Indah
o    Lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
6.
Anggota IV 
Dr. Drs. Ali Masykur Musa, M.Si.
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Lingkungan Hidup, Pengelola Sumber Daya Alam, dan Infrastruktur.
o    Departemen Pertanian
o    Departemen Kehutanan
o    Departemen Kelautan dan Perikanan
o    Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
o    Departemen Pekerjaan Umum
o    Kementerian Negara Lingkungan Hidup
o    Badan Pengatur Hilir Migas
o    Lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
7.
Anggota V 
Dr. Agung Firman Sampurna, S.E., M.Si.
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan pada Wilayah I (Sumatera dan Jawa)
o    Departemen Dalam Negeri
o    Departemen Agama
o    Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam
o    Badan Pengembangan Industri Pulau Batam
Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan BUMD di wilayah:
o    Provinsi NAD
o    Provinsi Sumatera Utara
o    Provinsi Sumatera Barat
o    Provinsi Riau
o    Provinsi Kepulauan Riau
o    Provinsi Jambi
o    Provinsi Sumatera Selatan
o    Provinsi Bengkulu
o    Provinsi Bangka Belitung
o    Provinsi Lampung
o    Provinsi Banten
o    Provinsi Jawa Barat
o    Provinsi DKI Jakarta
o    Provinsi Jawa Tengah
o    Provinsi DI Yogyakarta
o    Provinsi Jawa Timur
o    Lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
8.
Anggota VI 
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah dan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan pada Wilayah II (Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua)
o    Departemen Kesehatan
o    Departemen Pendidikan Nasional
o    Kementerian negara Pembangunan Daerah Tertinggal
o    Badan Pengawas Obat dan Makanan
Pemerintah Provinsi, Kabupaten Kota, dan BUMD di wilayah:
o    Provinsi Bali
o    Provinsi NTB
o    Provinsi NTT
o    Provinsi Kalimantan Barat
o    Provinsi Kalimantan Tengah
o    Provinsi Kalimantan Selatan
o    Provinsi Kalimantan Timur
o    Provinsi Sulawesi Barat
o    Provinsi Sulawesi Selatan
o    Provinsi Sulawesi Tengah
o    Provinsi Sulawesi Tenggara
o    Provinsi Gorontalo,
o    Provinsi Sulawesi Utara
o    Provinsi Maluku Utara
o    Provinsi Maluku
o    Provinsi  Irian Jaya Barat
o    Provinsi Papua
o    Lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas
9.
Anggota VII 
Bahrullah Akbar, B.Sc., Drs., S.E., M.B.A.
Pemeriksaan Pengelolaan  dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Bidang Keuangan negara yang Dipisahkan
o    Kementerian Negara BUMN
o    BUMN dan anak perusahaan
o    Badan Pelaksana Pengendalian Usaha Migas (termasuk Kontraktor Production Sharing/KPS Pertambangan)
o    Badan Pembina proyek Asahan dan Otorita Pengembangan Proyek Asahan
o    Lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut di atas



Pelaksanaan Pemeriksaan
(UU No 15 tahun 2004, Bab III)
Pasal 6
Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.

Pasal 7
(1)    Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran, dan pendapat lembaga perwakilan.
(2)    Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan konsultasi.

Pasal 8
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan masyarakat.

Pasal 9
(1)      Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah.
(2)      Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laporan hasil pemeriksaan intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
(3)      Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

Pasal 10
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat
a.       meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
b.      mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya;
c.       melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara;
d.      meminta keterangan kepada seseorang;
e.       memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.

Pasal 11
Dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang.

Pasal 12
Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah.

Pasal 13
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.

Pasal 14
(1)   Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)   Tata cara penyampaian laporan


Skema Pemeriksaan BPK terhadap BUMN
BPK
Pasal 23E, 23F, dan 23G
 
 



 













 






     Bila mengandung
     Unsur pidana
Unsur Pidana
Penyimpangan:
-lalai terhadap hukum
-melanggar hukum
-Melawan hukam

 
Instansi Berwenang
Pasal 8 (3) UU no 15 tahun 2006
 
 










Dasar hukum
1.      BPK pasal 23 UUD 1945
2.      BPK UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1 ayat (1) dan UU No. 15 tahun 2004
3.      Pemeriksaan UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1 ayat (9)
4.      Pemeriksa UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1 ayat (10)
5.      Keputusan BPK UU No. 15 tahun 2006 Pasal 1 ayat (14)
6.      Kebebasan dan Kemandirian UU No. 15 tahun 2006 Pasal 31 ayat (1-4)
7.      APBN UU No. 23 tahun 2013
8.      Pelaksanaan Pemeriksaan UU No. 15 tahun 2004 Pasal 6-14






















D.    Penutup
I.                   Kesimpulan
BPK adalah sebagai sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang menyangkut tentang keuangan negara APBN. BPK sendiri adalah lembaga negara yang mandiri dan bebas. Artinya mandiri adalah tidak ada intervensi, sedangkan bebas artinya BPK bebas untuk menentukan objek pemeriksaannya, waktu pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan. Dalam hal melakukan wewenangnya dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK saat ini telah diperluas dalam tiga perluasan. Pertama perluasan pemeriksaan atas APBN, kedua  perluasan dalam hal penyerahan laporan yang bukan hanya diserahkan kepada DPR tetapi juga kepada DPD, DPRD provinsi,dan DPRD kabupaten/kota.

II.                Saran
BPK beserta instansi yang mendukungnya mendapatkan sarana dan prasana yang mendukung kinerja dalam memeriksa pengelolaan keuangan APBN, dan adanya ketegasan dalam pelaksanaannya.
Dalam hal pemeriksaan keuangan negara seharusnya BPK harus bisa bersikap adil jika terdapat kejanggalan dalam hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Dan laporan tersebut harus sampai dengan benar kepada lembaga negara yang seharusnya menerima laporan keuangan tersebut. Karena tidak lepas dari konsistensi BPK yang dimana BPK adalah lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam melaksanakan wewenangnya.








Daftar Pustaka
Huda, Ni’matul, 2005. Hukum Tata Negara edisi revisi. PT Raja Grafindo Persada.

Asshiddiqie, Jimly, 2006. Pengantar Hukum Tata Negara jilid I. Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Agung RI. Jakarta,2006.

Asshiddiqie, Jimly, 2003. Struktur ketatanegaraan indonesia setelah Perubahan keempat UUD tahun 1945, makalah disampaikan pada seminar pembangunan hukum nasional VIII tema “penegakan hukum dalam era pembangunan berkelanjutan” diselenggarakan oleh badan pembinaan hukum nasional departemen kehakiman dan hak asasi manusia RI, Denpasar, 14-18 juli 2003.

3 Undang-undang dasar Republik Indonesia, UUD RI 1945 hasil amandemen, Konstitusi RIS 1950, UUD Sementara RI 1950.

UU RI No 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab keuangan Negara.

UU RI No 15 tahun 2006 tentang Badan Pemerikasa Keuangan

Peraturan BPK RI No 2 tahun 2011 tentang kode etik BPK



http://www.bpk.go.id/page/profil-bpk





Tidak ada komentar:

Posting Komentar